12 Ilmuwan Islam yang Berpengaruh Terhadap Ilmu Kedokteran
majalahumdah.com - Ada
sebuah kata bijak yang menyatakan “Sejarah adalah masa lalu dan dengan masa
lalu kita membangun masa depan”.
Kata
bijak ini penting diterapkan dalam pola berpikir mereka yang ingin membangun
masa depan
Di tengah
banyaknya buku bacaan dan ilmu kedokteran yang dipakai oleh mahasiswa kedokteran
berasal dari dunia barat, perlu sejenak kita membaca sejarah siapa tokoh
kedokteran Islam dan ilmuwan yang berpengaruh terhadap dunia kedokteran Islam
terkemuka di masa lalu.
Hal
ini dapat menambah khazanah berpikir mahasiswa kedokteran dan juga pencinta
sejarah Islam untuk membangun masa depan Islam ke arah yang lebih baik.
Perlu
penulis beritahukan bahwa di antara ilmuwan tersebut banyak juga yang berpaham
filsafat, dan mengadopsi pemahaman filsafat Aristoteles dan pengikutnya. Namun
ada juga ilmuwan dan dokter yang tidak terlalu mendalami filsafat dan fokus
hanya pada ilmu sains saja. Terlepas dari semua kelebihan dan kekurangan mereka
tersebut, daftar ilmuwan kedokteran Islam di bawah ini bisa menjadi sumber
informasi yang bagus untuk kita miliki.
Berikut
daftar 12 ilmuwan Islam yang disebutkan berurut sesuai zamannya dari mulai
masa Nabi SAW dan Sahabat hingga masa lebih modern:
1. Al-Harits bin Kaldah
Salah satu cerita yang terkenal tentang beliau adalah sebuah riwayat dari Ibnu Sa`ad dan al-Hakim dengan sanad shahih dari Ibnu Syihab bahwa Abu Bakar r.a dan al-Harits bin Kaldah makan makanan yang dihadiahkan kepada Abu Bakar. Al-Harits berkata: “Angkat tanganmu wahai khalifah Rasulullah. Demi Allah di makanan ini ada racun yang membunuh dalam setahun. Saya dan Anda akan mati pada satu hari yang sama dengan berakhirnya hitungan satu tahun.”
Khalid adalah anak dari Yazid bin Mu`awiyyah, salah seorang khalifah pada awal abad pertama hijriyah. Khalid bin Yazid meninggal di usia yang masih muda pada tahun 64 H (704 M).
Pada masa awal-awal kekhalifahan Islam di Arab, ilmu pengobatan masih mengadopsi ilmu pengobatan klasik yang banyak diwariskan dari negeri Persia. Padahal perkembangan dunia ilmu pendidikan seperti kedokteran, kimia, matematika, fisika dan ilmu sains lainnya telah mulai berkembang di kawasan Yunani.
Khalid bin Yazid berjasa besar dalam usaha menerjemahkan buku-buku ilmu pengetahuan berbahasa Yunani ke dalam bahasa Arab. Beliau menjadi orang pertama yang membuka pintu seluas-luasnya untuk perkembangan ilmu pengetahuan di dunia Arab sehingga tanpa jasa beliau akan sulit bagi ilmu sains terutama kedokteran bisa berkembang di negara Islam.
3. Abu Musa Jabir bin Hayyan
Baca Juga: Mematuhi Perintah Suci Ilahi
4. Hasan bin al-Haytsam
Di dunia Barat beliau dikenal dengan sebutan Alhazen dan di negara Asia lainnya sering disebut dengan ejaan lebih ‘familiar’ al-Haytam. Banyak kalangan yang beranggapan bahwa beliau adalah Bapak Optik Modern. Karangan fenomenal beliau, Kitab al-Manazir (Book of Optics), diterjemahkan ke dalam bahasa Latin pada awal abad ke-13 Masehi menjadi buku De Aspectibus dan dipakai sebagai salah satu rujukan teori optik oleh dunia Barat pada masa itu.
Salah satu jasanya di bidang kedokteran adalah menggagas teori tentang penglihatan (theory of vision). Ibnu al-Haytsam sukses memadukan antara pendapat Euclid tentang mata memancarakan cahaya ketika melihat; pendapat Aristoteles tentang mata menerima bentukan fisis yang masuk dari objek saat proses penglihatan; dan deskripsi anatomi-fisiologi dari Galen. Beliau berpendapat “pada setiap titik dari suatu benda yang berwarna yang disinari oleh cahaya akan menghasilkan cahaya dan warna yang sama pada satu garis lurus yang dapat dipantulkan dari titik tersebut.” Konsep inilah yang menjadi pola dasar pengembangan gambar retina yang dikembangkan oleh ilmuwan Barat, Kepler, dikemudian hari.
5. Abu Bakar Muhammad bin Zakariya al-Razi
Dalam dunia yang ditekuni beliau ini, banyak sekali jasa yang beliau berikan, salah satunya adalah karangan beliau Kitab al-Judari wa al-Hasbah (cacar dan campak) yang merupakan buku pertama yang membahas cacar dan campak sebagai dua wabah yang berbeda. Buku ini kemudian diterjemahkan belasan kali ke dalam bahasa Latin dan bahasa Eropa lainnya.
Selain itu al-Razi juga merupakan ilmuwan yang menemukan alergi asma dan seorang ilmuwan pertama yang menulis tentang alergi dan imunologi. Pada salah satu tulisan karangannya, beliau menjelaskan tentang penyakit rhinitis yang timbul karena mencium bunga mawar pada musim panas. Beliau juga merupakan ilmuwan pertama yang membahas demam sebagai mekanisme tubuh untuk mempertahankan diri.
Selain dibidang klinis, al-Razi juga dikenal di bidang farmasi dengan menciptakan obat-obatan dari bahan merkuri. Selain itu beliau juga mengembangkan konsep-konsep dasar dari etika kedokteran yang berkembang kemudian hari.
Baca Juga: KRITERIA PASANGAN HIDUP SESUAI ANJURAN RASULULLAH Saw
6. Maslama al-Majrithi
Tidak ada kontribusi beliau secara langsung di dunia kedokteran terutama di bidang klinis, akan tetapi gagasan beliau tentang metode survey dan kegunaan serta mamfaat merkuri oksida menjadi dasar pengembangan ilmu kesehatan komunitas dan ilmu farmasi kemudian hari.
7. Abu Ali al-Husain bin Abdullah bin al-Hasan bin Ali bin Sina (Ibnu
Sina)
Nama Ibnu Sina sangat dikenal di dunia kedokteran Islam dan juga kedokteran Barat karena karya monumental beliau Qanun fi al-Tibb (Law of Medicine) menjadi kurikulum standar di dalam pendidikan kedokteran Eropa dan negara Islam lainnya hingga abad ke-17. Buku ini berisi penjelasan tentang gambaran penyakit-penyakit menular dan penyakit menular seksual, isolasi untuk mencegah penularan serta beberapa metode pengobatan lainnya . Dalam kitab beliau tersebut, Ibnu Sina juga menyimpulkan tentang empat jenis cairan tubuh dan karakteristiknya dalam bentuk tabel yang disebut dengan Four Humours and Temperaments.
Selain itu, Ibnu Sina juga dikenal sebagai dokter pertama yang menggunakan kanula (selang) yang dimasukkan ke dalam kerongkongan untuk membantu pasien yang tersedak, dan menggagas solusi insisi (memotong) trakea (tenggorokan) sebagai solusi terakhir jika tidak berhasil dengan kanula pada pasien tersedak.
8. Abu al-Qasim al-Zahrawi al-Ansari
Al-Zahrawi dianggap sebagai Bapak Dokter Bedah dan merupakan dokter bedah terbaik pada masa kejayaan Islam di Andalusia. Karangan beliau dalam bentuk Kitab al-Tasrif 30 jilid berisi tentang ensiklopedi praktek pengobatan. Jasa beliau yang tak kalah penting adalah pengembangan prosedur dan penciptaan intrumen bedah yang hingga kini masih dipergunakan di dunia kedokteran khususnya bidang ilmu bedah. Selain itu, al-Zahrawi juga merupakan dokter pertama yang menjelaskan kehamilan ektopik (kehamilan di luar rahim) dan mengidentifikasi penyakit herediter (keturunan) haemofilia.
Al-Biruni lahir di Khawarizm, Uzbekistan pada tahun 973 M dan wafat pada tahun 1048 M dalam umur 74 tahun.
Al-Biruni lebih dikenal luas karena keahlian beliau dalam bidang astronomi, fisika, matematika dan ilmu sains alam. Beliau juga ahli dalam perbandingan agama, beliau menerangkan alasan kenapa hindu membenci islam dalam kitab beliau Tarikh al-Hind (History of India).
Dalam dunia kedokteran, salah satu jasa beliau yang dikenal adalah karangan beliau Kitab al-Saidana sebuah ensiklopedi kedokteran yang berisi hubungan antara metode pengobatan islam dan metode pengobatan hindu. Beliau juga merupakan ilmuwan pertama yang mendeskripksikan kelainan kembar siam.
Beliau lahir di Cordoba, Spanyol, pada tahun 1126 M dan wafat pada tahun 1198 di Marrakesh, Maroko dalam umur 72 tahun, namun dimakamkan di Cordoba di tempat pemakamam keluarga beliau.
Karangan beliau dalam ilmu kedokteran adalah Kitab Kulliyat, sesuai dengan judulnya kitab ini membahas ensiklopedi kedokteran umum. Kitab ini diterjemahkan ke dalam bahasa Latin menjadi Colliget. Beliau juga membuat tulisan kompilasi dari hasil uraian Galen di bidang anatomi dan fisiologi. Selain itu beliau juga menulis tulisan tentang penjelasan dari Qanun fi al-Tibb (Law of Medicine) karangan Ibnu Sina.
Di dunia filsafat, Ibn al-Rusydi dijuluki sebagai Bapak Penemu Pemahaman Sekuler. Hal ini dikarenakan beliau banyak mengadopsi pemahaman filsafat dari Aristoteles dan mengembangkannya lebih luas, bahkan dalam sebuah karangannya Kitab Tahafut al-Tahafut, beliau mempertahankan argumen Aristoteles yang bertentangan dengan pendapat Imam Ghazali r.a dalam karangan beliau Kitab Tahafut al-Falasifah.
11. Ala-al-din Abu al-Hasan Ali
bin Abi Hazm al-Qarsyi al-Dimasyqi (Ibnu Nafits)
Ibnu Nafits lahir di desa al-Qurasyiyyah, Damaskus (sekarang Turki), pada tahun 1213 M, dan wafat pada tahun 1288 M dalam usia 74 tahun.
Beliau dikenal sebagai tokoh yang petama kali menjelaskan sirkulasi (peredaran darah) paru-paru. Berkat tulisan beliau ini, William Harvey mengembangkan tulisan yang mendeskripsikan sirkulasi paru-paru beberapa abad setelahnya yaitu pada tahun 1628. Kedua tulisan mereka menjadi perpaduan terbaik antara kedokteran Timur dan Barat dalam perkembangan ilmu fisiologi jantung pada masa setelahnya.
Karangan beliau Kitab al-Syamil fi al-Sina’a al-Tibbiyya berisi pendapat beliau tentang kedokteran dan hubungan antar manusia. Beliau juga menggagas tiga langkah dalam setiap tindakan bedah yang beliau lakukan; langkah pertama yaitu menjelaskan informasi tentang apa dan bagaimana tindakan dilakukan, langkah kedua adalah melakukan tindakan dan langkah ketiga yaitu melakukan pemeriksaan post operasi secara rutin. Gagasan ini menjadi awal dari manajemen pasien operatif di kemudian hari.
12. Abu Muhammad Abdallah bin Ahmad bin al-Baitar Dhiya al-Din al-Maqi
(Ibn al-Baitar)
Ibnu al-Baitar lahir di Malaga, Spanyol pada tahun 1197 M dan wafat pada tahun 1248 M. Beliau merupakan ahli farmasi, ahli botani, seorang dokter dan juga saintis terkemuka pada masa kejayaan Andalusia.
Karangan terbesar Ibn al-Baitar adalah Kitab al-Jami` li al-Mufradat al-Adwiya wa al-Aghniyah diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris menjadi Book of Compendium on Simple Medicaments and Foods, dalam buku ini, Ibn al-Baitar memasukkan daftar 1400 tanaman, makanan dan obat-obatan serta manfaat mereka. Daftar tersebut disusun berurut berdasarkan alfabet sehingga sangat sistematis.
Karangan lainnya adalah Kitab al-Mughni fi al-Adwiyah al-Mufradaat, sebuah ensiklopedi tentang pengobatan islam dengan memasukkan keahlian khusus beliau di bidang tanaman yang digunakan secara tepat sebagai obat untuk penyakit yang terkait dengan kepala, telinga dan mata.
Pada
awal abad ke-7 Masehi, penerjemahan berskala besar dari ilmu-ilmu sains yang
berbasaha Arab ke dalam bahasa Latin terjadi di dataran Eropa, sehingga banyak
ilmu-ilmu sains terutama kedokteran lebih berkembang di dunia Barat beberapa
abad setelahnya.
Perpindahan
dan penerjemahan ilmu ini terjadi hingga Abad Renaisans (abad ke-14 sampai
ke-17 M) di seluruh Eropa. Setelah Abad Renaisans, tidak banyak ilmuwan Islam
di bidang sains yang menonjol seperti Abad Pertengahan dulu. Hal ini
dipengaruhi oleh runtuhnya peradaban dan kejayaan islam di beberapa negara
seperti Andalusia kemudian diikuti Damaskus dengan berakhirnya kekhalifahan
islam. Wallahua’lam.
· Penulis adalah tamatan FK Unsyiah Banda Aceh dan aktif sebagai staf
pengajar di LPI Markaz Ishlah Lueng Bata, Banda Aceh