Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Belajar Dari Keikhlasan dan Kekhusyuan Do’a Nabi Ibrahim


Ibrahim ‘Alalihissalam, yang sering kita kenal sebagai Bapak para Nabi adalah sosok yang mulia. Banyak untaian do’a Nabi Ibrahim as yang Allah tuliskan dalam Al-Qur’an.  Jika kita pelajari lebih dalam lagi, betapa beliau ini mempunyai suri tauladan yang baik. Berulang kali Allah memujinya dalam Al-Qur’an dan menyatakan Nabi Ibrahim sebagai orang yang tidak mempersekutukan Allah, orang yang bersyukur, orang pilihan Allah, dan telah ditunjuki jalan yang lurus, diberi kebaikan di dunia, serta termasuk orang shaleh di akhirat kelak (surah Al-Baqarah, An-Nahl, Maryam, dll).
Sesungguhnya Ibrahim adalah seorang imam yang dapat dijadikan teladan lagi patuh kepada Allah dan hanif. Dan sekali-kali bukanlah dia termasuk orang-orang yang mempersekutukan (Tuhan). QS : An-Nahl: 120
Bahkan dalam Al-Qur’an Allah berfirman :
“Dan bacakanlah kepada mereka kisah Ibrahim (QS : Asy-Syuaraa: 69)”.
Menunjukkan bahwa dalam setiap episode kisah yang telah Allah dan RasulNya ceritakan tentang Nabi Ibrahim selalu mengandung hikmah besar yang dapat dijadikan ibrah dalam kehidupan manusia.
Dalam riwayat Ibn Ishaq sebagaimana direkam Ibn Hisyam di Kitab Sirah-nya, menceritakan tentang sahabat Rasulullah yang bertanya,
“Ya Rasulullah, ceritakanlah dirimu”
Sang Nabi Saw menjawab dengan beberapa kalimat. Pembukanya adalah senyum, yang disusul senarai kerendahan hati,
“Aku hanyasanya doa yang dimunajatkan Ibrahim, ‘Alaihissalam..”
Doa itu, doa yang berumur 4000 tahun. Ia melintas mengarungi zaman, dari sejak lembah Makkah yang sunyi hanya dihuni Isma’il dan Ibundanya hingga saat 360 berhala telah menyesaki Ka’bah di seluruh kelilingnya. Doa itu, adalah ketulusan seorang moyang untuk anak-cucu. Di dalamnya terkandung cinta agar orang-orang yang berhimpun bersama keturunannya di dekat rumah Allah itu terhubung dan terbimbing dari langit oleh cahayaNya.
“Duhai Rabb kami, dan bangkitkan di antara mereka seorang Rasul dari kalangan mereka sendiri; yang akan membacakan atas mereka ayat-ayatMu, mengajarkan Al Kitab dan Al Hikmah, serta mensucikan mereka. Sesungguhnya Engkau Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (QS Al Baqarah : 129)
“Dan (ingatlah), ketika Ibrahim berkata: Ya Tuhanku, jadikanlah negeri ini (Mekah), negeri yang aman, dan jauhkanlah aku beserta anak cucuku daripada menyembah berhala-berhala”. (QS Ibrahim: 35)
Maka dari doa Nabi Ibrahim kita belajar bahwa yang terpenting bukan seberapa cepat sebuah munajat dijawab, melainkan seberapa lama ia memberi manfaat. Empat ribu tahun itu memang panjang. Tapi bandingkanlah dengan hadirnya seorang Rasul yang tak hanya diutus untuk penduduk Makkah, tapi seluruh alam; menjadi rahmat bukan hanya bagi anak-turunnya, tapi semesta; membacakan ayatNya bukan hanya dalam kata, tapi dengan teladan cahaya; mensucikan jiwa bukan hanya bagi yang jumpa, tapi juga yang merindunya; dan mengajarkan Kitab serta Hikmah bukan hanya tuk zamannya, tapi hingga kiamat tiba.
Ibrahim As mewariskan keikhlasan dan kekhusyuan do’a untuk anak dan keturunannya. Dari diri yang tawadhu’ sehingga Allah ridha mengabulkan do’a Ibrahim As 4000 tahun selepas dirinya wafat.